Kesepakatan merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya yang mengadakan perjanjian. Apa yang dikendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain (para pihak menghendaki sesuatu yang sama secara bertimbal balik).
“Sepakat merupakan pertemuan dua kehendak yang dinyatakan keluar, atau dengan perkataan lain pertemuan dua pernyataan kehendak”
Kehendak itu bisa dinyatakan dengan tegas-tegas atau disimpulkan dari perbuatan atau sikap seseorang. Yang dinyatakan secara tegas-tegas bisa diucapkan, seperti ucapan “setuju”, “OK” atau “baik”, juga bisa diberikan melalui suatu tulisan, dan di samping itu juga dari sikap Anda, misalnya dalam peristiwa atau keadaan tertentu, sikap “tinggal diam” bisa diartikan sebagai pernyataan “setuju” atau “boleh”.
Sepakat merupakan salah satu unsur perjanjian, sebagai nampak dalam Ps. 1320 sub 1 B.W. Pasal 1320 B.W. mengatakan : “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat : (1) sepakat mereka yang mengikatkan diri; (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; (4) suatu sebab yang halal.
Kata sepakat dalam suatu perjanjian dapat diperoleh melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie). Istilah penawaran (offerte) merupakan suatu pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian, yang tentunya dalam penawaran tersebut telah terkandung unsur esensialia dari perjanjian yang akan dibuat. Penerimaan (acceptatie) sendiri merupakan pernyataan kehendak tanpa syarat untuk menerima penawaran tersebut.
syarat yang pertama dalam pasal 1320, yaitu “sepakat mereka yang mengikatkan diri”. Karena pasal di atas berbicara tentang sahnya suatu perjanjian, maka “sepakat” mestinya merupakan syarat mutlak agar perjanjian itu sah. Konsekuensi logisnya mestinya adalah, tanpa sepakat tidak ada perjanjian yang sah.
Kata sepakat dapat diberikan secara tegas maupun diam-diam. Secara tegas dapat dilakukan dengan tertulis, lisan maupun dengan suatu tanda tertentu. Cara tertulis dapat dilakukan dengan akta otentik maupun dengan akta di bawah tangan.
Kapan saat terjadinya kata sepakat
Mengenai kapan saat terjadinya kata sepakat, terdapat 4 (empat) teori yang menyoroti hal tersebut, yaitu:
1. Teori Ucapan (Uitings Theorie)
Teori ini berpijak kepada salah satu prinsip hukum bahwa suatu kehendak baru memiliki arti apabila kehendak tersebut telah dinyatakan. Menurut teori ini, kata sepakat terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran telah menulis surat jawaban yang menyatakan ia menerima surat pernyataan. Kelemahan teori ini yaitu tidak adanya kepastian hukum karena pihak yang memberikan tawaran tidak tahu persis kapan pihak yang menerima tawaran tersebut menyiapkan surat jawaban.
2. Teori Pengiriman (verzendings Theorie)
Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran telah mengirimkan surat jawaban atas penawaran yang diajukan terhadap dirinya. Dikirimkannya surat maka berarti si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat, selain itu saat pengiriman dapat ditentukan dengan tepat. Kelemahan teori ini yaitu kadang terjadi perjanjian yang telah lahir di luar pengetahuan orang yang melakukan penawaran tersebut, selain itu akan muncul persoalan jika si penerima menunda-nunda untuk mengirimkan jawaban.
3. Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie)
Menurut teori ini, terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung surat jawaban dari pihak yang menerima tawaran.
4. Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie)
Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang melakukan penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain memungkinkan terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran mengetahui isi surat penawaran.
Baca juga: