Uang secara umum adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebaga alat pembayaran uatang, ata sebgai alat untuk melkukan pembelian barang atau jasa. Dengan kata lain, uanga merupakan suatu alat yang dapat digunakan dalam suatu wilayah tertentu.
Uang juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat tukar (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Definisi ini merupakan definisi hakikat kegunaan uang sebenarnya, namun sesuai dengan perkembangan perekonomian maka uang semakin dipandang sebagai komoditas yang memiliki harga melalui tingkat suku bunga, maka hakikat uang semakin bergeser menjauhi apa yang sebenarnya.
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam sat system ekonomi (Choudhury, 1997).
FUNGSI UANG
Menurut teori konvensional, uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi hokum dan sisi fungsi. Secara hokum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Sementara secara fungsi, uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsinya sebagai uang. Fungsi uang secar umum adalah sebagai berikut :
- Alat tukar menukar (medium of exchange).
- Satuan hitung (unit of account).
- Penimbun kekayaan (store of value).
- Standar pencicilan utang (standart of defferent payment).
Namun ada satu hal yang berbada dalam memandang uang antar sistem kapitalis dengan Islam. Dalam sisten ekonomi kapitalis uang tidak hanya sebagai medium of change namun juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis uang dapat diperjualbelikan dengan adanya kelebihan langsung ataupun tangguh. Serta uang dapat disewakan.
Dalam Islam, uang hanya berfungsi sebagai medium of change. Uang bukan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis, berkembanglah apa yang disebut pasar uang. Terbentuknya pasar uang ini menghasilakn dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional, terutama pada sektor moneternya. Pasar uang ini kemudoan berkembang dengan munculnya pasar derivatif, yang menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari produk-produknya. Sera transaksi di pasar ini tidak berlandaskan motif transaksi riil sepenuhnya, bahkan sebagian besar mengandung unsur spekulatif.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhan dan belum membutuhkan bantuan orang lain. Mereka hidup mandiri, dank kala itu disebut prabarter, yaitu manusia belum mengenal adanya transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradaban manusia semakin maju, kegiatan dan interaksi manusia pun semakin tajam. Kebutuhan manusia pun juga bertambah. Pada saat ini mulai muncul ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Muncullah kegiatan bercocok tanam dan berkembang lagi sejak saai itu manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Terjadilah tukar menukar kebuthan dengan cara barter, kemudian periode ini disebut zaman barter.
Pertukaran barter menandai adanya keinginan yang sama pada saat yang bersamaan dari pihak-pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun ketika kebutuhan semakin kompleks semakin menciptakan double coincidence of wants. Ketika seseorang membutuhkan beras sedangkan hanya memiliki garam dan pihak yang lain tidak membutuhkan garam yang dibutuhkan daging. Sehingga syarat terjadinya barter tidak terpenuhi. Karena itulah, diperlukannya alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang yang pertama kali dikenal dalam perdaban Sumeria dan Babylonia.
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah. Dari inilah uang kemudian dikategorikan dalam tiga jenis yaitu uang barang, uang kertas dan uang giral atau uang kredit.
Uang Barang (Commodity Money)
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama, agar suatu barang bias dijadikan uang antara lain:
- Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus terbatas.
- Daya Tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
- Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Dalam sejarah, pemakaian uang barang yang pernah disyartakan barnag yang digunakan sebagai barang kebutuhan sehari-hari seperti garam. Namun kemudian uang komoditas atau uang barnag ini dinilai banyak kelemahan. Di antaranya, uang barang tidak memiliki pecahan, sulit untuk disimpan da sulit untuk diangkut. Kemudian pilihan sebagai uang jatuh pada logam-logam mulia seperti emas dan perak. Kenapa dipilih karena memiliki nilai yang lebih tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat tukar. Dan kelebihannya, emas dan perak dat dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Selain itu juga logam mulia ini juga tidak mudah rusak atau susut.
Uang kertas (Token Money)
Ketika uang logam masih digunakan sebagia uang resmi dunia, ada beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank , sebagai orang yang meminjamkan uang dan pandai emas atau toko perhiasan. Dengan adanya ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang kertas) dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya. Karena kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai alat tukar.
Ada beberapa keuntungan penggunaan uang uang kertas, di antaranya biaya pembuatan rendah, pengirimannya mudah, penambahan dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat dipecah-pecahkan dalam jumlah berapapun.
Namun kekurangan uang kertas juga cukup signifikan, antara lain uang kertas ini tidak bisa dibawa dalam jumlah yang besar dan karena dibuat dari kertas , sangat mudah rusak.
Uang Giral (Deposit Money)
Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral merupakan simpanan nasabah di bank yang dapt diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Artinya cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank mana pun bisa digunakan sebagai alat pembayaran barang, jasa dan utang. Kelebihan utang giral sebagai alat pembayaran adalah :
- Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bias diuangkan oleh yag tidak berhak.
- Dapat dipindahtangankandengan cepat dan ongkos yang rendah.
- Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai dengan nilai transaksi.
Namun dibalik kelebihan sistem ini sesungguhnya tersimpan bahaya besar. Kemudian perbankan menciptakan uang giral ditambah dengan instrumen bunga bank membuka peluang terjadinya uag beredar yang lebih besar daripada transaksi riilnya. Inilah yang kemudian menjadi pertumbuhan ekonomi yang semu.
ASAL USUL DAN PENTINGNYA UANG
Sejak awal sejarah manusia, orang-orang bekerja keraas dalam kehidupan untuk memenuhi terjaminnya barang dan jasa, dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Alloh berikan bagi mereka. Keperluan yang banyak dan beragam menimbulkan sikap saling ketergantungan antar manusia yang populasinya semakin bertambah, sehingga mendorong adanya spesialisasi dan pembagian kerja. Hal ini mendorong manusia untuk saling tukar menukar hasil produksi. Pada awalnya manusia tidak mengenal uang, tetapi melakukan pertukaran antar barang dan jasa secara barter.
Walaupun pada awalnya sistem barter ini sangat mudah dan sederhan, namun perkembangan masyarakat membuat sistem ini menjadi sulit diterapkan. Adapun kekurangan-kekurangan barter sebagai berikut :
- Kesusahan mencari keinginan yang sesuai antara orang-orang yang melakukan transaksi, atau kesulitan untuk mewujudkan kesepakatn mutual.
- Perbedaan ukuran barang dan jasa, dan sebagian barnag yang tidak bias dibagi-bagi.
- Kesulitan untuk mengukur standar harga seluruh barang dan jasa.
Pentingnya uang adalah salah satu pilar ekonomi. Uang memudahkan proses pertukaran komoditas dan jasa. Setiap proses produksi dan distribusi pasti menggunakan uang. Pada berbagai bentk proses produksi berskala besar modern, setiap orang dari komponen masyarakat mengkhususkan diri dalam memproduksi barang komoditas dan memperoleh nilai dari hasil produksi yang ia pasarkan dalam bentuk uang. Karena itu, sistem ekonomi modern yang menyangkut banyak pihak tidak bias berjalan dengan sempurna tanpa menggunakan uang.
Penemuan uang merupakan salah satu penemuan besar yang dicapai oleh manusia, ketika seseorang mencermati lebih dalam kekurangan[1]kekurangan dalam sistem barter, maka berbarengan denagn kemajuan yang begitu luas membuka jalan kepada manusia untuk menggunakan uang.
UANG DI BERBAGAI BANGSA
Uang pada Bangsa Lydia
Bangsa Lydia adalah orang-orang yang pertama kali mengenal uang. Uang pertama kali muncul di tangan para pedagang ketika mereka merasakan kesulitan dalam jual beli sistem barter, lalu mereka membuat uang, pada tahun 570-546 SM, Negara berkepentingan mencetak uang. Pertama kalinya masa ini terkenal denganmata uang emas dan perak yang halus dan akurat.
Uang pada Bangsa Yunani
Bangsa Yunani yang membuat “uang komoditas” sebagai utensil money dan koin-koin dari perunggu. Kemudian mereka membuat ems dan perak yang pada awalnya beredar di antara mereka dalam bentuk batangan, sampai masa dimulainya percetakan uang pada tahun 406 SM. Mereka mengukir di uang mereka bentuk berhala, gambar-gambar pemimpin, dan mengukir nama negeri dimana uang dicetak. Mata uang utama mereka adalah Drachma yang terbuat dari perak.
Uang pada bangsa Romawi
Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan mata uang yang terbuat dari perunggu yangb disebut Aes (Aes Signatum Aes Rude). Mereka juga menggunakan mata uang koin yang terbuat dari tembaga. Orang yang pertama kali mencetak uang adalah Servius Tullius, yang dicetak pada tahun 269 SM. Kemudian pada tahun 268 SM, mereka mencetak Denarious dari emas yang kemudian menjadi mata uang utama Imperium Romawi. Di atas uang itu itu mereka cetak ukiran bnetuk[1]bentuk Dewa dan pahlawan-pahlawan mereka, hingga masa Julius Caesar yang kemudian mencetak gambarnya di atas uang tersebut.
Uang pada masa Persia
Bangsa Persia mengadopsi percetakan uang dari bangsa Lydia setelah penyerangan mereka pada tahun 546 SM. Uang dicetak dari emas adan perak dengan perbandingan 1: 13,5. Suatu hal yang membuat naiknya emas dan perak. Mata uangnya adalah dirham perak, betul-betul murni. Ketika sistem kenegaraan mengalami kemunduran, mata uang mereka pun ikut serta mundur.
Uang dalam pemerintahan Islam
Uang pada Masa Kenabian
Bangsa Arab di Hijaz pada masa Jahiliyyah tidak memiliki mata uang tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa dinar dan dirham emas Hercules, Byzantium dan dirham perak dinasti sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, dan Yaman. Penduduk mekkah tidak memperjualbelikan barang kecuali dengan emas yang tidak ditempa dan tidak menerimanya kecuali dengan ukuran timbangan. Mereka tidak menerima dalam jumlah bilangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya, serta munculnya penipuan pada mata uang mereka misalnya nilai yang tertera melebihi dari nilai sebenarnya. Nabi menyuruh penduduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk Mekkah ketika melakukan interaksi ekonomi, dengan menggunakan dirham dalam jumlah bilangan bukan ukjaran timbangan.
Uang pada Masa Khulafaurrasyidin
Ketika abu bakar di bai’at menjadi khaliafah, beliau tidak melakukan perubahan terhadap mata uang yang beredar, bahkan menetapkan apa yang sudah berjaan dari masa Nabi saw. Begitu jiga ketika Umar Bin Khathab di bai’at sebagia khalifah., karena beliau sibuk melakukan penyebaran Islam ke berbagai Negara, beliau menetapakan persoalan uang sebagaimana uang sudah berlaku
Uang pada masa Dinasti Muawiyah
Percetakan uang pada masa dinasti Muawiyah, masih meneruskan model Sasanid dengan menambahkan beberapa kalimat tauhid, seperti pada masa Khulafaturrasyidin. Pada masa Abdul Malik Bin Marwan, pada tahun 78 H, beliau membuat mata uang Islam yang memiliki model tersendiri. Dengan adanya percetakan mata uang Islam, mapu merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan manipulasi terhadap mata uang.
Uang pada masa Dinasti Abbasiyah dan sesudahnya
Pada masa ini percetakan masih melanjutkan cara dinasti Muawiyah. Pada masa ini ada dua fase, dalam percetakan uang yaitu :
Fase pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua, ketika pemerintahan melemah dan para pembantu dari orang-orang Turki campur tangan dalam urusan Negara. Pembiayaan semakin besar, orang-orang mulai dibuai kemewahan sehingga uang tidak lagi mencukupi kebutuhan.
Pada masa pemerintahan Mamalik, percetakan uang tembaga (fulus), menjadi mata uang utama, sedangkan percetakan dirham dihentikan karean beberapa sebab: penjualan perak ke Negara[1]Negara Eropa, impor tembaga darai negara-negara Eropa semakin bertambah, akibat dari peningkatan produksi pertambangan di sebagian besar wilayah Eropa. Meningkatnya konsumsi perak untuk pembuatan pelana dan bejana.
UANG MENURUT CENDEKIAWAN MUSLIM
Uang Menurut Al-Ghazali
Dalam pandangan Al-Ghazali di dalam karyanya Ihya’ Ulum Al[1]Din uang adalah “nikmat (Alloh) yang digunakan masyarakat sebagai mediasi atau alat untuk mendapatkan bermacam-macam kebutuhan hidupnya, yang secara substansial tidak mamiliki nilai apa-apa, tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam upaya pemenuhan bermacam-macam kebutuhan mereka (sebagai alat tukar).
Dari pernyataan di atas dapat diambil suatu definisi uang menurut al-Ghazali yaitu uang adalah:
- Barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana mendapatkan orang lain. Dengan kata lain uang adalah barang yang disepakati fungsinya sebagai media pertukaran (medium of exchange).
- Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik).
- Nilai benda yang berfungsi sebagain uang ditentukan terkait dengan fungsinya sebagai alat tukar. Dengan kata lain yang lebih berperan dalam benda yang berfungsi sebagai uang adalah nilai tukar dan nilai nominalnya.
Selain hal di atas Al-Ghazali juga memperkenalkan teori permintaan dan penawaran, jika petani tidak mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harrga yang lebih murah, dan harga dapat diturunkan dengan menambah jumlah barang di pasar.
Meskipun Al-Ghazali dalam memberikan definisi tentang uang tidak menyebutkan harus disyahkan oleh penguasa, tetapi pada bagian lain ia mengharuskan pencetakan uang, pengesahan dan penetapan harganya hanya boleh dilakukan oleh pemerintah atau institusi resmi yang ditunjuk untuk itu. Ini merupakan kenyataan bahwa dia tidak mengingkari bahwa suatu barang tidak dapat berfungsi sebagai uang sebelum mendapatkan pengesahan dari pemerintah, meskipun seandainya masyarakat telah menggunakannya dalam proses transaksi secara luas. Dalam pernyataannya ia menegaskan:
“….kemudian timbul kebutuhan terhadap harta yang tahan lama sebagai bahan mata uang dari barang tambang yaitu emas dan perak serta tembaga untuk selanjutnya diperlukan pencetakan, pemberian cap (ciri khusus) serta penentuan nilai tukarnya. (untuk itulah) kemudian diperlukan temat percetakan uang dan bank….”.
Al-Ghazali juga membahas tentang penurunan nilai mata uang. Karena dalam sejarah mengenai uang, emas dan perak merupakan logam yang mempunyai nilai sangat penting sebab pernah digunakan sebagai uang. Pemerintah mencetak koin uang ini untuk menghindari pengukuran yang mahal setiap kali melakukan transaksi. Dalam situasi seperti ini, uang juga dapat dicetak secara privat dengan hanya membawa emas atau perak ke pabrik pencetakan uang. Jika logam banyak ditemukan maka penawaran uang pun meningkat yang menyebabkan depresiasi. Sebaliknya jika jumlah logam berkurang maka akan ada penurunan uang yang ditawarkan sehingga berakibat pada apresiasi nilai uang komoditas tetsebut.
Al-Ghazali melihat potensi munculnya masalah pada siklus inflasi dan deflasi dari mata uang yang dicetak dengan menggunakan emas dan perak itu. Ada dua masalah yang dikhawatirkannya yaitu pemalsuan uang dan degradasi nilai mata uang melalui percampuaran logam lain yang lebih rendah nilainya ke dalam emas dan perak, atau sekedar mutilasi isi logam-logam tersebut. Al-Ghazali menyatakan bahwa tindakan-tindakan semacam itu tidak hanya merupakan dosa individual, tetapi yang lebih berbahaya adalah potensinya untuk merugikan masyarakat umum.
Karena uang menurut Al-Ghazali hanya dibuat sebagai standar harga barang dan alat tukar, maka uang tidak memiliki nilai intrinsik. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata uang yang ditunjukkan oleh real eksistensinya dianggap tidak pernah ada. Uang yang terbuat dari emas dengan nilai nominal 1 US$ sama nilainya dengan uang kertas dengan nilai nominalnya yang sama. Sehingga seolah-olah nilai emas bahan uang tersebut sama dengan kertas bahan uang dengan nominal yang sama, atau dapat dikatakan nilai emas dan kertas tersebut dianggap tidak pernah ada.
Uang Menurut Al-Maqrizy
Sebagai seorang sejarawan, Al-Maqrizi mengemukakan beberapa pemikiran ttentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan oleh umat manusia. Pemikirannya meliputiseajarah dan fungsi uang, implikasi penciptaan mata uang buruk, dan daya beli uang.
Sejarah dan Fungsi Uang
Bagi Al-Maqrizi, mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena digunakan untuk memnuhi kebutuhan serta memperlancar aktivitas kehidupannya. Dan menurutnya juga mata uang digunakan oleh umat manusia untuk memnetukan berbagai harga dan biaya tenaga kerja. Dalam sejarah perkembangannya, Al-Maqrizi mengungkapkan bahwa bangsa Jahiliyah menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang mereka yang diadopsi dari bangsa romawi dan Persia serta mempunyai bobot dua kali lebih berat di masa Islam. Dan penggunaa ini terus berlangsung sampai 18 H Umar Bin Khattab menambah lafadz-lafazd islam pada kedua mata uang tersebut.
Menurut Al-Maqrizi bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika, maupun tradisi hanya terdiri dari emas dan perak. Mata uang yang menggunakan selain emas dan perak dianggap tidak layak disebut sebagai mata uang. Selain itu juga Al-Maqrizi juga mengungkapakan bahwa uang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan harga. Menurutnya, penggunaan mata uang emas dan perak tidak serta merta menghilangkan inflasi dalam perekonomian karena inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan sewenang-wenang penguasa.
Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Penyebabnya tidak terlepas dengan adanya penggantian penguasa dan dinasti yang masing-masing menerapan kebijakan yang berbeda dalam pencetakan mata uang serta bentuk dinar dan dirhamnya.
Konsep Daya Beli Uang
Menurut Al-Maqrizi, percetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih besar dari pemerintahan untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis selanjutnya. Pengabian terhadap hal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan yang tidak seimbang dalam pecetakan mata uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan daya beli riil uang mengalami penurunan.
Al-Maqrizi memperingatkan para pedagang agar tidak terpukau dengan peningkatan laba nominal mereka. Menurutnya, mereka akan menyadari hal tersebut ketika membelanjakan sejumlah uang yang lebih besar untuk berbagai macam pengeluarannya. Dengan kata lain, seorang pedagang dapat terlihat memperoleh keunytungan yang lebih besar sebagai seorang produsen. Namun, sebagai seorang konsumen ia menyadari tidak akan memperoleh keuntungan sama sekali.
Uang Menurut Ibn Khaldun
Menurut Ibn Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subyektif.
“Allah menciptakan dua “batuan” logam tersebut, emas dan perak, sebagai (ukuran) nilai semua akumulasi modal. (emas dan peraklah) yang dipilih untuk dianggap sebagai harta dan kekayaan oleh penduduk dunia”.
Karena itu, Ibn Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu.
Percetakannya adalah sebuah kantor religius, dan karenanya tidak tunduk kepada aturan-aturan temporal. Jumlah emas dan perak yang dikandung dalam sekeping koin tidak dapat di ubah begitu koin tersebut sudah dimulai (diterbitkan):
“Kantor percetakan mengurusi dan memperhatikan koin-koin yang digunakan oleh umat muslim dalam transaksi (komersil), dan menjaga agar tidak terjadi kemungkinan pemalsuan atau kualitas yang rendah (pemotongan) jika jumlah kepingannya (dan bukan berat logamnya) yang digunakan dalam transaksi.”
“(Standar logam) bukanlah sesuatu yang diterapkan dengan kaku tetapi tergantung pada penilaian bebas. Begitu penduduk dari sebuah bagian atau daerah telah memutuskan suatua standar kemurnian mereka akan mematuhinya.” “(Kantornya) adalah religius dan berada di bawah kekhalifahan.”
Oleh karena itu, Ibn-Khaldun mendukung standar logam dan harga emas dan perak yang konstan: “Semua barang-barang lainnya terkena fluktuasi pasar, kecuali emas dan perak.”
Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula digunakan sebagai cadangan nilai.