Site icon listen | read | watch | discuss

Ilmu hukum

Hukum Indonesia merupakan suatu sistem hukum yang spesifik, dalam arti ada beberapa hal yang membedakan hukum Indonesia dari sistem hukum negara lain. Untuk bisa mengetahuinya, maka pemahaman mengenai pengertian dan tujuan hukum Indonesia serta aliran hukum yang telah memberi warna pada praktek hukum Indonesia sangatlah diperlukan. Pluralisme hukum perdata juga merupakan kespesifikan hukum Indonesia, mengingat pada era hukum modern ini unifikasi dan hukum tertulis seolah menjadi kemutlakan. Sehingga bagaimana hukum Indonesia tetap menghargai keanekaragaman hukum dan menerima kehadiran hukum adat di samping hukum tertulis, merupakan keunikan yang layak dipelajari Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami sistem hukum Indonesia dan mampu menerapkan pengetahuan sistem hukum Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga masyarakat.

Sebagai salah satu perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan, maka pengkajian kita terhadap Hukum Indonesia harus diawali dengan membicarakan tentang pengertian dari hukum Indonesia, baru kemudian dilanjutkan dengan apa fungsi dan apa yang menjadi tujuan dari hukum Indonesia. Selanjutnya karena mengingat arti pentingnya suatu peraturan hukum terletak dalam hubungannya yang sistematis dengan peraturan hukum lainnya, dan dengan keseluruhan hukum lainnya, maka pemahaman tentang hukum Indonesia sebagai sebuah sistem terbuka yang tidak menghendaki konflik diantara unsur-unsurnya, menjadi sangat diperlukan.

Hukum Indonesia tak lain adalah adalah hukum positif Indonesia, yaitu hukum yang berlaku sekarang di Indonesia. Pengertian yang kelihatannya sederhana tersebut sebetulnya mempunyai makna yang dalam. Sehingga kita perlu mencermatinya kata perkata.

Banyak batasan diberikan pada kata hukum, tergantung dari sudut pandang yang melihatnya. Tetapi karena pengertian hukum yang akan kita kaji ini merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku saat ini, maka istilah hukum di atas dimaknai sebagai keseluruhan kaidah dan asas-asas berdasarkan keadilan yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja, 2000:5). Apabila diuraikan lebih lanjut, hubungan manusia dalam masyarakat ini berarti hubungan antar manusia, hubungan antara manusia dengan masyarakat dan sebaliknya.

Sedangkan istilah “berlaku” mengandung makna sebagai yang memberi akibat hukum pada peristiwa-peristiwa dalam pergaulan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Adapun kata “sekarang” menunjuk pada pergaulan hidup saat ini, tidak pada pergaulan hidup yang telah terlampaui, tidak juga pada pergaulan hidup yang akan datang. Kata “di Indonesia” menunjukkan pada pergaulan hidup yang terdapat di Republik Indonesia, bukan yang di Amerika Serikat, Filipina, bukan pula yang terjadi di Malaysia (Soediman, 1984:46).

Setelah mengkajinya kata demi kata, tentulah Anda sekarang dapat memahami mengapa. Hukum Positif Indonesia diartikan sebagai keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur manusia dalam hidup bermasyarakat, yang berlaku saat ini di negara Republik Indonesia. Hukum positif disebut juga dengan Ius Constitutum, sedangkan lawannya adalah Ius constitendum yaitu hukum yang belum berlaku, yang masih ada dalam cita-cita hukum bangsa Indonesia atau yang masih ada dalam kesadaran hukum bangsa Indonesia, yaitu kesadaran tentang isi atau substansi dari hukum dan bagaimana seharusnya hukum itu dibentuk.

Mochtar Kusumaatmaja (2000:49) mengemukakan bahwa apa yang menjadi fungsi atau tujuan hukum Indonesia sebenarnya sudah terkandung pada batasan pengertian hukum itu sendiri. Di atas dikemukakan bahwa hukum diartikan sebagai perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas berdasarkan keadilan yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Dengan berpedoman pada batasan hukum tersebut, dapatlah dikemukakan bahwa fungsi hukum adalah untuk mencapai ketertiban dan keteraturan, sedangkan tujuan dari hukum adalah mencapai keadilan.

Keberadaan hukum sebagai bagian dari tatanan sosial yang ada di samping norma agama, kesusilaan dan kesopanan, pada dasarnya berfungsi untuk melindungi dan mengintegrasikan (menggabungkan dan menyelaraskan) kepentingan-kepentingan anggota masyarakat yang ada. Hal ini dimungkinkan karena sifat dan watak hukum (termasuk hukum Indonesia) yang memberi pedoman dan petunjuk tentang bagaimana berperilaku dalam masyarakat. Hukum juga menunjukkan mana yang boleh dan tidak boleh melalui norma-normanya yang bersifat mengatur dalam bentuk perintah dan larangan.

Dapatlah dikatakan bahwa usaha hukum menyesuaikan kepentingankepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat dilakukan dengan cara mencari keseimbangan antara: memberi kebebasan pada individu dalam memenuhi kepentingannya dengan melindungi masyarakat dari kebebasan individu tersebut. Selarasnya kepentingan-kepentingan anggota masyarakat akan menciptakan keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Keteraturan inilah yang membuat orang dapat hidup dengan berkepastian, sehingga terciptalah keadaan yang tertib. Ketertiban yang diciptakan oleh hukum tersebut meliputi ketertiban di dalam bidang-bidang: ekonomi, perdagangan, lalu lintas di jalan, lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan sebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa ketertiban merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, demikian juga sebaliknya. Dan tanpa ketertiban serta keteraturan, manusia tidak akan bisa hidup dengan wajar. Sebagai contoh, misalnya: seorang pedagang tidak akan dapat mengembangkan usahanya, apabila ia tidak dapat meninggalkan rumahnya untuk membeli barang dagangan (kulakan) disebabkan karena tidak ada kepastian akan keamanan rumah dan hartanya.

Tujuan hukum adalah keadilan. Mochtar Kusumaatmaja (2000: 52) menegaskan bahwa tujuan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir dari hidup bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup masyarakat itu, yang akhirnya bermuara pada keadilan. Dengan hukum bermuara pada keadilan, maka tidak ada tempat lagi bagi kesewenang-wenangan sebagai bentuk negatif dari penyalahgunaan kekuasaan, karena kesewenang-wenangan bertentangan dengan keadilan. Juga tidak ada tindakan anarkhi sebagai akibat dari kekuasaan yang tidak diatur oleh hukum.

Keadilan adalah sesuatu yang sukar didefinisikan, tetapi bisa dirasakan dan merupakan unsur yang tidak bisa tidak harus ada dan tidak bisa dipisahkan dari hukum sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat. Tujuan hukum dalam hukum positif Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aspirasi dan tujuan perjuangan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Sila Keadilan Sosial yang merupakan bagian penting dari sistem nilai Indonesia (Mochtar Kusumaatmaja, 2000:53)

Hukum Indonesia merupakan suatu sistem. Artinya hukum Indonesia bukanlah sekedar kumpulan atau penjumlahan peraturan-peraturan yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, melainkan makna keberadaan dari suatu peraturan hukum ialah karena hubungannya yang sistematis dengan peraturan-peraturan hukum yang lain. Perlu dipahami bahwa sebagai suatu sistem maka hukum Indonesia merupakan suatu tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain untuk mencapai tujuan. Masing-masing unsur harus dilihat dalam kaitannya dengan unsur lainnya dan dengan keseluruhannya. Sudikno Mertokusumo (1999:101) mengibaratkan sistem hukum Indonesia seperti sebuah gambar mozaik, yaitu gambar yang dipotong menjadi bagian kecil-kecil untuk kemudian dihubungkan lagi sehingga tampak utuh kembali gambar semula. Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas hubungannya dengan yang lain, melainkan saling kait mengait dengan bagian-bagian lainnya. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar kesatuan.

Beberapa alasan lain yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo (1986:52) untuk mempertanggungjawabkan bahwa hukum itu merupakan satu sistem adalah sebagai berikut: suatu sistem hukum itu dapat disebut demikian karena ia bukan sekedar merupakan kumpulan peraturan-peraturan belaka. Kaitan yang mempersatukannya, sehingga tercipta pola kesatuan yang demikian adalah: masalah keabsahan. Peraturan-peraturan itu diterima sebagai sah apabila dikeluarkan dari sumber atau sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber yang demikian itu dengan sendirinya melibatkan kelembagaan seperti pengadilan dan pembuat undang-undang.

Fuller (dalam Satjipto Rahardjo 1986:53) mengemukakan suatu pendapat bahwa ada delapan asas (principles of legality) untuk menentukan suatu sistem hukum, yaitu:

  1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan. Yang dimaksud di sini adalah ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan yang bersifat ad hoc.
  2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
  3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut. Memberikan peraturan yang berlaku surut berarti merusak integritas pengaturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang.
  4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti.
  5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain.
  6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
  7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah-ubah peraturan sehingga menyebabkan orang akan kehilangan orientasi.
  8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.

Selanjutnya kalau kita mencuplik pendapat Friedman (dalam Satjipto Rahardjo, 1996: 154), yang mengemukakan bahwa dalam sebuah sistem hukum (termasuk juga sistem hukum Indonesia) setidaknya mencakup subsub sistem atau unsur-unsur sebagai berikut:

  1. substansi hukum, Adapun yang dimaksud dengan unsur substansi hukum ini adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku dan penegak hukum pada waktu melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum. Substansi hukum tersebut terdapat atau dapat ditemukan dalam sumber hukum formil. Perlu diingat bahwa sumber hukum formil di Indonesia terdiri dari: undang-undang atau perundang-undangan, hukum kebiasaan, keputusan pengadilan, perjanjian atau traktat dan doktrin. Sebagai contoh, misalnya: sebuah Bank yang mengabulkan permintaan kredit dari seorang debitur, harus mendasarkan hubungan hukum tersebut pada peraturan-peraturan di bidang perbankan dan perkreditan. Peraturan inilah yang disebut sebagai substansi hukum.
  2. struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Fokus perhatiannya adalah pada bagaimana penegak hukum pengadilan, pembuat hukum serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan, apakah sudah sesuai atau justru menyimpang dari mekanisme dan prosedur yang sudah diatur oleh ketentuan formalnya.  
  3. kultur hokum diartikan oleh Friedman sebagai tuntutan atau permintaan dari rakyat atau pemakai jasa hukum. Tuntutan atau permintaan tersebut lazimnya didorong oleh kepentingan, pengetahuan, pengalaman, ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat (penilaian) mengenai hukum dan institusi penegaknya. Sebagai contoh, misalnya: dua orang tetangga yang bersengketa karena suatu hal. Apabila jalan damai dan musyawarah diantara mereka tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada, sebagai kelanjutannya keduanya bisa menempuh bermacam-macam cara, misalnya datang kepada lembaga arbitrage atau pengadilan. Pilihan tersebut tentulah didasarkan kepada penilaian atau pengetahuan atau harapan dari orang yang memilih tersebut. Kalau misalnya mereka memilih untuk menyelesaikan sengketa ke pengadilan, dapatlah dikatakan bahwa keputusan mereka pada hakikatnya merupakan hasil positif dari institusi tersebut. Kultur hukum ini memang layak dimasukkan ke dalam pembicaraan mengenai sistem hukum Indonesia, karena terkadang sulit bagi kita untuk menjelaskan dan menerima, mengapa sistem hukum itu tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya atau mengapa hukum berjalan tidak sesuai dengan pola aslinya, tanpa melibatkan pembicaraan mengenai kultur hukum ini (Satjipto Rahardjo, 1996:155).

Bahkan dalam sub sistem atau unsur-unsur sistem masih dimungkinkan terdapat sub-sub unsur. Dalam sistem hukum Indonesia, antara unsur-unsur tersebut di atas saling berkaitan, berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan yang didasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Untuk terealisasikannya tujuan tersebut, tentu saja tidak dikehendaki adanya konflik atau kontradiksi diantara unsur-unsur sistem. Kalau sampai terjadi konflik diantara unsur-unsur sistem, misalnya: konflik antara dua peraturan perundangan, atau antara kebiasaan dengan undangundang, atau antara undang-undang dengan putusan pengadilan, maka akan segera diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu sendiri dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Cara sistem mengatasinya adalah dengan menyediakan sarana yang bersifat ajeg dan konsisten, berupa asas-asas hukum. Sehingga kalau terjadi konflik antara dua peraturan perundangan, maka akan berlaku secara konsisten asas-asas lex specialis derogat legi generali, lex posteriori derogat legi priori atau lex superior derogat legi inferiori.

Sistem hukum Indonesia merupakan sistem terbuka, karena di samping tiap unsur saling mempengaruhi, faktor di luar sistem pun juga dapat memberikan pengaruh. Sehingga faktor politik, sosial, ekonomi, sejarah, kebudayaan dapat mempengaruhi proses pembentukan peraturan perundangan atau putusan hakim. Selain itu sistem terbuka dari hukum Indonesia juga dapat ditengarai dari dimungkinkannya hakim melakukan penafsiran yang berbeda terhadap suatu peraturan perundangan.

Scolten (dalam Sudikno Mertokusumo, 1999:104) berpendapat bahwa hukum itu merupakan sistem terbuka karena berisi peraturan-peraturan hukum yang sifatnya tidak lengkap. Istilah-istilah seperti “iktikad baik” dan “sebagai kepala keluarga yang baik” mengandung pengertian luas yang memungkinkan penafsiran yang bermacam-macam. Karena sifatnya yang umum maka merupakan istilah “terbuka”, yaitu terbuka untuk penafsiran yang luas. Dengan menggunakan istilah yang bersifat terbuka tersebut, hukum berhubungan dengan sistem lain seperti kesusilaan san sopan santun.

Hukum Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku sekarang di Indonesia. Sebagai hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam wilayah hukum tertentu, dan ditujukan pada subyek hukum dan objek hukum tertentu pula. Subyek hukum Indonesia adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia. Sedangkan objek hukum Indonesia adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum Indonesia

Hukum Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk mengintegrasikan kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan tersebut adalah: keadilan.

Hukum Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada UUD 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu sistem, sistem hukum Indonesia telah menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik diantara unsur-unsurnya. Sistem hukum Indonesia juga bersifat terbuka, sehingga di samping faktor di luar sistem seperti: ekonomi, politik, sosial dapat mempengaruhi, sistem hukum Indonesia juga terbuka untuk penafsiran yang lain.

Pengertian, Peran dan Fungsi, Cabang-cabang dan Menurut Para Ahli

Pengertian Ilmu Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979:v). Selanjutnya menurut J.B. Daliyo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut.

Menurut Kamus Perpustakaan Hukum, Ilmu hukum dalam perpustakaan hukum dikenal dengan nama ‘Jurisprudence’ yang berasal dari kata ‘Jus’, ‘Juris’ yang artinya hukum atau hak, dan kata ‘Prudence’ berarti melihat ke depan atau mempunyai keahlian, dan arti umum dari Jurisprudence adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari ilmu hukum.

Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.

Hukum Positif, Hukum yang berlaku di suatu negara tertentu pada waktu sekarang. Pengantar Ilmu Hukum bermaksud memberikan pengantar pertama dalam ilmu hukum secara umum dengan memperkenalkan pengertian tentang hukum. Misalnya apa yang dimaksud dengan peristiwa hukum, objek hukum, subjek hukum, dan seterusnya.

Peran dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum

  1. Memperkenalkan segala masalah yang berhubungan dengan hukum.
  2. Memperkenalkan ilmu hukum yaitu pengetahuan yang mempelajari segala seluk -beluk daripada hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya.
  3. Berusaha untuk menjelaskan tentang keadaan, inti, maksud dan tujuan dari bagian-bagian yang penting daripada hukum serta bertalian antara berbagai bagian tersebut dengan ilmu pengetahuan hukum.
  4. Merupakan dasar dalam rangka studi hokum, tanpa mempelajari ilmu hukum secara tuntas, tidak akan memperoleh pengertian yang baik tentang berbagai cabang ilmu hukum.
  5. Mengkualifikasikan mata pelajaran, pendahuluan, pembukaan ke arah ilmu pengetahuan hukum pada tingkat persiapan.

Cabang-cabang Ilmu Hukum

  1. Menurut J. Van Apeldoorn

Berpendapat bahwa sebagian ilmu hukum terdiri dari sosiologi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hokum.

Ilmu hukum terdiri dari: dokmatik hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, politik hukum, dan ajaran ilmu hukum umum.

Berpendapat bahwa ilmu hukum terdiri dari: ilmu hukum positif, sosiologi hukum, perbandingan hukum, ilmu hukum dokmatik.

Sejarah Pengertian Hukum, pada 200 tahun yang lalu Immanuel Kant beserta para Yuris masih mencari pengertian hukum sampai sekarang dalam hal kesempurnaanya. “Noch suchen die jueshen und definden zu ihren berichte van richt”.

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli

  1. Prof. Utrecth

Adalah himpunan peraturan-peraturan (prenta-prenta atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dala masyarakat dan ditaati oleh masyarakat itu.

Adalah kumpulan peraturan-peraturan yanmg terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi dan tujuan hukum adalah mengadilkan ketertiban dalam khidupan manusia, sehingga ketertiban tercapai.

Adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam aturan tingkah laku, tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus membayar kerugian jika melanggar aturan tersebut

Adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan penghidupan yang bersifat memaksa yang dijadikan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

Unsur-Unsur, Ciri-ciri, Hubungan, Teori Hukum dan Aliran dalam Masyarakat

Unsur-unsur Hukum

Hukum meliputi beberapa unsur:

  1. Peraturan tingkah laku manusia.
  2. Peraturan diadakan oleh lembaga resmi dan berwajib.
  3. Peraturan itu bersifat memaksa.
  4. Sanksi bagi para pelanggar peraturan itu adalah tegas.

Ciri – ciri Hukum

  1. Adanya prenta-prenta atau larangan-larangan
    1. Larangan dan prenta itu harus ditaati
    1. Harus ada sanksi hukum yang tegas

Hubungan Hukum adalah suatu hubungan antara lembaga dan mahasiswa yang untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban. Tujuan hukum adalah untuk ketertiban. Setiap orang harus bertingkah laku sedemikian rupa sehingga perilaku masyarakat baik. Hukum merupakan peraturan yang beraneka ragam dan mengatur hubungan orang dalam masyarakat. Hukum mewujudkan nilai dalam peraturan masyarakat yang merupakan kaidah hukum atau norma hukum. Setiap orang yang melanggar kaidah hukum akan mendapat sanksi berupa akibat hukum tertentu yang nyata (seperti hukum pidana).

Hukum dalam berbagai arti (masyarakat memberi arti hukum masin-masing):

  1. Hukum dalam arti keputusan penguasa, adalah masyarakat menganggap hukum sebagai keputusan penguasa, seperti undang-undang.
    1. Hukum dalam arti petugas, adalah hukum berarti polisi, jaksa, hakim yang melaksanakan tugasnya.
    1. Hukum dalam arti sikap tindak, adalah hukum yang terus-menerus dan diulang-ulang.
    1. Hukum dalam arti gejala sosial, adalah hukum itu dimana ada masyarakat disana ada hukum.

Ketertiban dalam masyarakat diatus dalam beberapa norma, yaitu kaidah sosial:

  1. Norma agama, sumbernya kitab suci, tujuannya supaya menjadi manusia yang beriman, sanksinya apabila dilanggar akan mendapat dosa.
  2. Norma kesusilaan, sumbernya hati nurani, tujuannya agar menjadi orang yang berbudi baik, sanksinya apabila dilanggar akan menimbulkan rasa penyesalan.
  3. Norma kesopanan, sumbernya pergaulan, tujuannya supaya dapat hidup bersama secara damai, sanksinya apabila dilanggar, maka akan dikucilkan.
  4. Norma hukum, sumbernya pemerintah, tujuannya supaya tercipta ketertiban, sanksinya bersifat tegas.

Hubungan antara norma agama dengan norma hukum:

Jika manusia mematuhi norma agama, maka angka pelanggaran bisa dikurangi, jadi masyarakat akan tertib, tertib adalah tujuan norma hukum. Dan sebaliknya, bila norma agama sudah dilanggar, maka kelak norma hukum sudah pasti akan dilanggar. Ketika norma hukum dilanggar, maka akan mendapat sanksi yang tegas, misalnya penjara. Sehingga akan ada efek jera lalu bertaubat. Karena di LP diajarkan berbagai keterampilan, salah satunya agama. Jadi, norma hukum mendukung tujuan norma agama, yaitu membuat pribadi yg religious.

Hukum terdapat dimana saja antara lain:

  1. Hukum terdapat diseluruh dunia asal ada masyarakat. Hukum ada dimana saja pada setiap waktu dan setiap bangsa.
  2. Hukum terdapat diseluruh dunia asal ada kehidupan manusia.
  3. Menurut ahli sosiologi dan antropologi budaya megahasilkan bukti-bukti bahwa hukum ada dimana saja, dimana ada masyarakat disana terdapat hukum, tidak terdapat batas modern atau batas primitif.
  4. Peran hukum dalam masyarakat

Mengenai manusia sebagai makhluk, menurut Aristoteles manusia adalah Zonpoloticon artinya makhluk yang selalu ingin hidup bersama atau bermasyarakat. Oleh karenanya tiang anggota masyarakat punya hubungan antara satu dengan yang lain.

Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah hubungan antara 2 subjek atau lebih dimana hak dan kewajiban suatu pihak bertemu dengan hak dan kewajiban pihak lain. Peranan hukum ada 2 yaitu:

  1. Menyelesaikan perselisihan
    1. Melakukan suatu kegiatan

Fungsi hukum ada beberapa antara lain:

  1. Alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat, adalah petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat hukum menunjukan mana yang baik mana yang buruk.
    1. Sarana mewujudkan keadilan sosial lahir batin, adalah adil apabila tiap orang dibiarkan haknya.
      1. Sarana penggerak pembangunan, adalah daya penggerak dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Disini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang ebih maju.
  2. Fungsi kritis, adalah daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan pada aparatur pemrintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya.

Teori Hukum

  1. Menurut teori :
  2. Teori theokrasi, Menurut teori ini, hukum harus ditaati karena menganggap bahwa hukum adalah perintah Tuhan. Dalam hal ini hukum dikaitkan dengan agama. Teori ini berlaku bagi orang yang fanatik dengan agama dan tunduk kepada hukum.
  3. Teori kedaulatan rakyat (perjanjian masyarakat), Menurut teori ini, hukum harus ditaati karena seolah-olah waktu awal membentuk negara ada perjanjian antara yang memerintah dengan yang diperintah.
  4. Teori kedaulatan negara, Menurut teori ini, hukum harus ditaati karena negara mempunyai kekuasaan yang mutlak sehingga negara bisa memaksakan kehendak kepada rakyatnya tersebut.
  5. Teori kedaulatan hukum, Menurut teori ini, hukum harus ditaati karena hukum itu sesuai dengan perasaan hukum sebagian besar anggota masyarakat (hukum itu dianggap cocok). Setiap orang itu mempunyai perasaan hukum buktinya ia bisa membedakan mana yang adil mana yang tidak adil.
  6. Teori mahzab hukum alam atau kodrat alam, Menurut teori ini, hukum adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tidak boleh diganggu.
  1. Menurut Prof. Kusumaatmadja
    1. Orang menaati hukum karena dia taat dan shaleh serta dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk.
    1. Orang menaati hukum karena pengaruh masyarakat disekelilingnya. Kemudia ia perhitungkan lebih menguntungkan menaati hukum daripada melanggarnya.
    1. Ada orang mentaati hukum atau peraturan karena tidak ada pilihan lain akhirnya dapat dikatakan bahwa orang mentaati hukum karena semua faktor diatas.

Orang mentaati hukum karena bermacam-macam sebab:

Aliran-aliran Hukum Dalam Masyarakat

Ada 3 aliran tentang hubungan hukum dan Undang-Undang yaitu:

  1. Aliran Legisme

Karena adanyan kepastian hukum kodifikasi menganggap bahwa:

  1. Diluar undang-undang tidak ada hukum
    1. Sumber hukum satu-satunya adalah undang-undang
      1. Hakim memutus perkara berdasarkan undang-undang
      1. Hakim hanya sebagai terompet undang-undang

Adalah yang bertolak belakang dengan aliran legisme. Dan mengatakan bahwa hukum hanya terdapat diluar undang-undang. Hakim memutus berdasarkan keyakinan hakim. Satu-satunya sumber hukum adalah yurisprudensi.

Adalah sumber hukum ada beberapa macam:

  1. Undang-Undang
  2. Putusan hakim
  3. Kejaksaan
  4. Tata negara
  5. Doktrin
  1. Tujuan, Sanksi, Penegakan Hukum, Penafsiran dan Pengisian Kekosongan Hukum

Tujuan Hukum

Adapun tujuan pokok hukum antara lain:

  1. Menciptakan tatanan masyarakat yang tertib.
    1. Menciptakan keseimbangan dan ketertiban.
    1. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan keputusan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya hukum bertugas membagi hak dan kewajiban membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat membagi wewenang dan mengatur memecahkan masalah hukum serta memelihara masalah hukum.
    1. Pendapat para sarjana lainnya. Tujuan hukum adalah untuk kedamaian, keadilan, dan untuk kebaikan, dan untuk kepastian hukum.

Dalam literatur ada beberapa teori tentang tujuan hukum yaitu:

  1. Teori etis, Menurut teori ini hukum semata-mata mewujudkan keadilan. Teori ini dikemukakan oleh seorang filsuf yunani yaitu Aristoteles dalam karyanya Etika dan Retonika. Bahwa hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi pada setiap orang yang ia berhak menerimanya. Untuk ini tentu saja persamaan hukum dibuat untuk setiap orang.
    1. Teori utility, Menurut teori ini hukum bertujuan semata-mata mewujudkan yang berfaedah, hukum bertujuan menjamin adanya kebahagiaan pada orang sebanyak-banyaknya.
    1. Teori dogmatik, Menurut teori ini tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencipatakan kepastian hukum.
    1. Teori campuran, Menurut teori ini tujuan hukum adalah untuk ketertiban. Tujuan lain adalah hargai keadilan yang berbeda-beda isi menurut keadilan dan zamannya.

Sanksi Hukum

Hukuman ditujukan kepada seseorang yang melanggar hukum atau dengan kata lain adalah reaksi dari masyarakat berbeda dengan sanksi sosial, sanksi hukum diatur oleh hukum baik mengenal ruang lingkup cara pelaksanaan tahanan berat ringan hukuman, upaya yang tersedia bagi tersangka untuk mebuktikan kesalahan untuk menangkis tujuan yang menuju padanya.

Sanksi hukum bentuk perwujudan yang jelas dari kekuasaan negara dalam pelaksanaan untuk ditaatinya hukum. Bentuk perwujudan jelas dari sanksi hukum tampak dalam hukum pidana dalam perkara pidana. Si tersangka berhadapan dengan negara sebagai pengemban kepentingan umum yang diwakili oleh penuntut umum dalam negara hukum penerapan sanksi hukum itu dilaksanakan menurut tata cara yang dituang dalam KUHP (hukum materiil), KUHAP (hukum formil)

Dalam menjalankan haknya untuk memaksakan ditaatinya hukum tetap memperhatikan hak terdakwa sebagai warga negara dan manusia (penjelmaan sila peri kemanusiaan).

HAP dari suatu negara yang dimuat untuk azas yang penting adalah bahwa:

  1. Si tersangka berhak untuk membela dirinya.
    1. Bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum terbukti adalah di persidangan.

Hukum pidana sendiri memuat suatu azas pokok yang selalu memasukan menjamin kepastian hukum sekaligus melindungi warga negara yaitu azas yang melarang diadakan penuntunan tanpa ada undang-undang yang menetapkan bahwa pebuatan itu tindak pidana (azas legalitas).

Penegakan Hukum

Penegakan hukum harus memuat rasa keadilan, rasa kegunaan. Perlindunga kepentingan manusia harus dilaksanakan. Pelaksaaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum.

Apabila terjadi juga pelanggaran hokum maka hukum yang dilanggar itu harus ditegakan. Melalui, penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan.

Ada 3 unsur yang perlu diperhatikan untuk penegakan hukum ini:

  1. Kepastian hukum
    1. Kemanfaatan hukum
    1. Keadilan hukum

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum. Dalam hal peristiwa konkret hukumlah yang harus berlaku pada dasarnya tidak boleh menyimpang. Sesuai peribahasa hukum “Fiat juslitia et perereat moudus” yang artinya meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan.

Hal itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan Yustisiabel (pencari keadilan) terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh apa yang diharapkan masyarakatnya. Mengaharapkan adanya kepastian hukum masyarakat akan leih tertib. Kepastian hukum diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum memberi petunjuk kepada kita apa yang benar apa yang tidak.

Hukum untuk manusia maka harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan ditegakan timbul keresahan dalam masyarakat.

Unsur yang ketiga adalah keadilan, masyarakat berkepentingan bahwa pelaksanaan dan penegakan hukum keadilan diperhatikan.

Penafsiran Hukum

Dalam pasal 22 menyatakan bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkapnya, tidak jelasnya undang-undang.

Dalam Undang-Undang pokok Kehakiman no 14 tahun 1970 hingga no 4 tahun 2004 bahwa pengadilan tidak boleh menolak dan memeriksa untuk mengadili suatu perkara dengan alasan dengan dalih tidak ada Undang-Undang yang tidak jelas. Melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Ketentuan ini dimaksudkan agar masyarakat terjadi keadilan tidak ditinggalkan dengan perselisihan-perselisihan yang tidak diselesaikan sehingga berada dalam ketidakpastian hukum dan keadilan.

Macam-macam metode penafsiran:

Metode Gramatikal

Bahwa hukum mempunyai hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-satunya yang dipakai pembuat Undang-Undang untuk menyatakan kehendaknya. Oleh karena itu pembuat Undang-Undang yang ingin menyatakan kehendaknya secara jelas harus memilih kata-katanya yang tepat. Peraturan hukum hendaknya dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tidak menimbulkan pengertian yang beranekaragam akan tetapi pembuatan Undang-Undang tidak selamanya dapat membuatnya seperti itu dalam hal inilah hakim wajib mencari arti kata itu menurut data sehari-hari dengan menggunakan kamus bahasa indonesia, meminta ahli bahasa untuk mempelajari sejarah semua kata.

Penafsiran Sejarah

Penafsiran sejarah dibedakan menjadi 2 yaitu:

  1. Penafsiran sejarah pembuatan Undang-Undang
  2. Penafsiran sejarah menuntut sejarah hukum

Penafsiran sejarah adalah pembuatan Undang-Undang bisa dilihat dari perdebatan-perdebatan DPR dalam membuat Undang-Undang. Sedangkan, yang dimaksud dengan penafsiran sejarah hukum adalah hukum dilihat hukum yang berlaku, mungkin dilihat Undang-Undang yang lama apakah masih cocok dengan yang sekarang.

Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis adalah penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal yang lain. Didalam Undang-Undang itu sendiri. Contoh pasal 330 KUH Perdata menyatakan bahwa tidak cakap mencatat perjanjian antara lain orang yang belum dewasa. Untuk mengetahui orang yang belum dewasa itu bisa dilihat dari pasal 330 KUH Perdata (ternyata mereka yang belum genap berusia 21 tahun).

Penafsiran Sosiologis

Penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekarang ini yang disesuaikan dengan tujuan atau memaksa pembuatan Undang-Undang tersebut. Karena Undang-Undang selalu ketinggalan sehingga harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Penafsiran secara resmi atau Otentik

Penafsiran ini adalah penafsiran yang dibuat oleh Undang-Undang sendiri. Dapat dilihat di tambahan lembaran negara.

Penafsiran Perbandingan

Penafsiran dengan cara membandingkan Undang-Undang yang lama yang tidak berlaku lagi dengan Undang-Undang yang sekarang. Maksudnya mungkin masih ada unsur Undang-Undang yang lama yang dimasukan kedalam Undang-Undang yang baru.

Pengisian Kekosongan Hukum

Pengisian kekosongan hukum adalah ada hal-hal yang dihadapi oleh hakim ternyata belum ada undang-undang nya. Tapi dalam hal kekosongan hukum ternyata yang dihadapkan oleh hakim agar mempunyai kesamaan dengan yang diatur secara tegas dalam undang-undang itu, sehingga hakim dapat mengisi kekosongan hukum.

Pekerjaan pembuatan Undang-undang mempunyai 2 aspek:

  1. Pembuat Undang-Undang hanya menetapkan peraturan-peraturan umum saja;  

pertimbangan-pertimbangan tentang hal-hal yang konkret diserahkan kepada hakim.

Jika hakim menambah peraturan perundang-undangan, berarti bahwa hakim mengisi kekosongan (leemten) dalam sistem hukum formil dari tata hukum yang berlaku.

Untuk mengisi kekosongan hukum ini dengan jalan kontruksi hukum (membuat atau menemukan hukum) ada 3 cara atau bentuk unsur hukum:

  1. Penafsiran analogis, Penafsiran suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat atau kias pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya. Sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukan lalu dianggap sesuai dengan bunyi perbuatan tersebut.
    1. Penghalusan Hakim, Adalah memberlakukan hukum sedemikian rupa (secara halus) sehingga seolah-olah tidak ada pihak yang disalahkan. Penghalusan hukum dengan cara mempersempit berlakunya suatu pasal merupakan kebalikan dari analogi hukum. Penghalusan ini bermaksud untuk mengisi kekosongan dalam sistem Undang-Undang. Penghalusan hukum merupakan penyempurnaan sistem hukum oleh hakim.
    1. Argumentum Contrario, Penafsiran Undang-Undang yang didasarkan atas pengingkaran yang artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam Undang-Undang. Masalah perkara yang dihadapi tidak termasuk pasal yang dimaksud, masalahnya berada diluar peraturan perundang-undangan.
  1. Subjek hukum

Ada 2 pengertian yaitu:

  1. Natuurlijk person yang disebut manusia pribadi.

Rechtsperson

Adalah yang berbentuk badan hukum yang dapat dibagi dalam:

Publiek rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum seperti   Negara, 

Provinsi, Kabupaten, Kota maupun Desa, dan

Pengertian dasar paling awal yang harus kita bicarakan tentang hukum adalah pengertian tentang subjek hukum. Di dalam hukum dapat 3 hal penting yang tidak dapat dipisahkan, ke 3 hal tersebut adalah

Yang dimaksud dengan subjek hukum adalah pendukung hak yang terdiri dari manusia dan badan hukum.

Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/wewenang untuk melakukan perbuatan hukum atau kata lain segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban pada umumnya subjek hukum adalah manusia dan badan hukum. Hubungan hukum adalah hubungan antara 2 subjek hukum atau lebih dimana hak dan kewajiban disuatu pihak berhadap-hadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain. Kalau dirampas haknya dinamakan kematian perdata. Undang-undang melarang adanya kematian perdata.

Manusia sebagai subjek hukum, dasar hukumnya:

Pandangan hukum modern, adalah setiap orang secara merupakan pendukung hak yang berlangsung sama bagi seluruh umat manusia.

Pandangan dunia, adalah setiap manusia menjadi subjek hukum sejak saat dia lahir    yang lahir dengan kematiannya.

Pandangan lahir, adalah subjek hukum sejak benih atau bibitan. Selama dia hidup    dan  setelah dia meninggal.

Pengecualian mengenai subjek hukum yaitu:

Secara undang-undang manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak ia lahir sampai meninggalnya.sehingga dapat dikatakan selama manusia itu hidup ia merupakan manusia pribadi namun demikian pengecualian memang ada atas wewenang hukum yaitu anak dalam kandungan. Meskipun ia belum lahir dianggap telah lahir apabila kepentingan anak dikehendaki.

Menurut hukum setiap manusia pribadi mempunyai hak-hak tetap tidak selalu cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

Dari segi :

Dalam pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan antara lain syarat adanya kecakapan untuk membuat perkataan (verbintenis). Kecakapan bagi seorang anak, berlaku  untuk keadaan tertentu, seperti berikut:

Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum. Dapat dijadikan permasalahan hukum dan dapat dikuasai oleh subjek hukum. Objek hukum pada umumnya dalah benda. 3 syarat objek hukum yaitu:

  1. Berguna bagi subjek hukum;
  2. Dapat menjadi permasalahan;
  3. Dapat dikuasai.

Contoh: udara berguna dan diperjual belikan tidak? Tidak.

Peristiwa => (Peristiwa hukum) & (peristiwa bukan hukum)

Peristiwa hukum => (Perbuatan subjek hukum) &  (Bukan perbuatan hukum)

Perbuatan subjek hukum => (Perbuatan hukum) & (bukan perbuatan hukum)

Peristiwa bukan hukum => (perbuatan manusia) &   ( Kejadian alam)

Exit mobile version