Law  

Perjanjian Bernama (benoemd overeenkomst/ nominaat)

perjanjian bernama

Perjanjian Bernama (benoemd overeenkomst/ nominaat) atau perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri.- Perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli sampai dengan perdamaian. Perjanjian- perjanjian diatas disebut dengan perjanjian benoemd overeenkomst/ nominaat. Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku III KUHPerdata.             

Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemd overeenkomst/ innominaat)

Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemd overeenkomst/ innominaat) adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

PERDAMAIAN (DADING)

  • Pengertian Perdamaian (dading) adalah suatu perjanjian dalam mana pihak pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya perkara. Perjanjian ini sah jika dibuat secara tertulis (Pasal 1851-1864 KUHPerdata)
  • Keistimewaan dading adalah bagi pihak-pihak mempunyai kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat terakhir/ mempunyai hukum tetap.
  • Dading yang dibuat dengan akta notariil dapat dikeluarkan GROSSE AKTA.
  • Grosse Akta (Ps 54 dan 55 UUJN)
  •  Grosse akta ialah salinan akta yg diatas judul akta/kepala akta memuat                 frasa/kalimat :
  •     “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, dan selanjutnya dibagian bawah                 setelah akhir akta, ada kalimat :
  •                 Dikeluarkan sebagai grosse pertama kepada dan atas permintaan dari………..,           tersebut diatas, pada tanggal………”.
  • Pada Minuta akta :
  • Diberikan sebagai Grosse Pertama oleh saya, ………, Sarjana Hukum, Notaris di ……………, kepada dan atas permintaan …., pada hari ini …. Tanggal……………” (lihat lampiran dading)

Jual-Beli

  • Perjanjian jual beli dalm KUHPerdata diatur dalam 5 bagian ialah:
    • Bagian umum;
    • Kewajiban-kewajiban penjual;
    • Kewajiban-kewajiban pembeli;
    • Hak membeli kembali;
    • Jual beli piutang.
  • Pasal 1457 KUHPerdata:
    • “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”
  • Essensialia jual beli:
    • Ada barang yang dapat diperdagangkan.
    • Ada harga dalam mata uang.
  • Kalau harga tidak dalam mata uang, tetapi barang lain maka sebagai tukar-menukar.
  • Jual beli adalah perjanjian konsensuil, artinya begitu terdapat permufakatan, pada saat itu terjadi perjanjian jual beli.
  • Tentang bentuk perjanjian tidak ada suatu keharusan, tetapi pada umumnya mengenai jual beli barang-barang berharga tinggi orang minta tolong dibuatkan dengan akta. Ongkos-ongkos akta jual beli dibayar oleh pembeli, kecuali ada perjanjian lain.
  • Jika Jual beli itu belum mungkin dilakukan sedangkan para pihak sudah bersedia mengikatkan diri dan berjanji untuk nantinya akan melakukan jual beli atas barang tertentu; maka judulnya menjadi:
    • Pengikatan Jual Beli
  • Untuk Pengikatan Jual Beli lunas dengan obyek tanah harus  diperhatikan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor.14 Tahun 1982, Tanggal 6 Maret 1982.

PEMBERIAN KUASA

  • Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dalam mana seseorang memberi hak dan kuasa pada orang lain yang menerimanya, untuk melakukan sesuatu atas nama si pemberi kuasa.
  • Bentuk pemberian kuasa
  • Bentuk pemberi kuasa boleh dengan lisan, akta di bawah tangan atau akta otentik.
  • Penerimaan kuasa dapat dilakukan secara diam-diam. Karena itu dalam suatu akta pemberian kuasa penerima kuasa tidak harus hadir sebab dengan membawa surat kuasa itu dan melakukan tindakan hukum terulis di dalamnya telah terjadi penerimaan kuasa secara diam-diam.
  • Apakah pemberian kuasa secara diam-diam boleh. Tidak boleh.
  • Dua macam pemberian kuasa.
    • Pemberian kuasa istimewa (khusus) untuk tindakan-tindakan tertentu.
    • Pemberian kuasa umum untuk semua urusan.
  • Suatu kuasa umum adalah suatu pemberian kuasa untuk melakukan semua tindakan hukum yang meliputi semua urusan yang tertulis dalam akta itu.
  • Suatu kuasa umum sebenarnya adalah suatu kumpulan dari kuasa-kuasa istimewa.
  • Pasal 1796 KUHPerdata menyatakan kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya berlaku untuk tindakan-tindakan pengurusan. Pasal ini tidak mengenai kuasa umum. Dengan kata lain kuasa umum bukanlah suatu kuasa yang dirumuskan dalam kata kata umum.
  • Pasal 1796 KUHPerdata:
    • “Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.
  • Untuk memindahtangankan benda-benda atau untuk membebankan Hak Tanggungan, atau untuk membuat suatu perdamaian, ataupun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.
  • Misalnya : saya menyerahkan perkebunan kepada A (perumusan umum menurut 1796 KUHPerdata); ini hanya untuk perbuatan pengurusan.
  • Kalau ada surat kuasa yang tidak tegas, jangan memberi penafsiran sendiri mintalah supaya pihak-pihak menyerahkan kuasa yang tegas dan tidak dapat diragukan.
  • Kuasa harus tegas.
  • Dalam praktek agar berhati-hati membuat akta berdasarkan kuasa. Kalau masih samar-samar supaya ditolak. Kalau ada perkataan-perkataan  yang tidak tegas supaya dimintakan perbaikan agar tegas. Kalau kata-katanya samar-samar, kemungkinan saudara dapat dituntut di pengadilan.
  • Menurut ketentuan dalam pemberian kuasa, orang yang tidak cakap/anak di bawah umur, orang di bawah pengampuan, tidak boleh memberikan kuasa.
  • Kewajiban penerima kuasa
  • Penerima kuasa berkewajiban untuk:
    • Melakukan tindakan yang dikuasakan;
    • Kewajiban untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya sebagai pemegang kuasa (lihat Pasal 1802 KUHPerdata)
  • Hak untuk memindahkan kuasa kepada orang lain
    • Dari padal 1803 ayat 1 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap pemberian kuasa mengandung hak untuk memindahkannya. Pendapat ini umumnya diterima oleh para sarjana (lihat Pasal 1803 KUHPerdata).
  • Pasal 1803 KUHPerdata:
    • “Kalau tidak diberikan secara tegas diberikan kuasa untuk memindahkan, toh penerima kuasa masih berhak menunjuk orang lain, tetapi penerima kuasa bertanggung jawab terhadap orang yang ditunjuk (substitusi)”.
  • Pasal 1803 ayat 2 KUHPerdata:
    • “Kalau dalam surat kuasa ditentukan ia boleh menunjuk orang lain tetapi tidak disebut nama orangnya secara tertentu, maka penerima kuasa bertanggung jawab hanya apabila yang ditunjuknya itu ternyata tidak cakap dan tidak mampu”.
    • Kalau kuasa itu menyebutkan kepada siapa kuasa dapat dipindahkan, maka jika terjadi sesuatu yang merugikan pemberi kuasa, penerima kuasa bebas sama sekali.
  • Kewajiban pemberi kuasa
  • Pemberi kuasa berkewajiban:
    • Ia harus menepati apa yang dijanjikan oleh pemegang kuasa (lihat Pasal 1807 KUHPerdata)
    • Pemberi kuasa memberikan persekot dan ongkos-ongkos kepada pemegang kuasa (lihat Pasal 1808 KUHPerdata)
    • Memberi upah kepada pemegang kuasa bila diperjanjikan.
  • Berakhirnya suatu kuasa
  • Hal-hal yang mengakhiri suatu kuasa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata yaitu:
    • Dengan ditariknya kembali kuasanya oleh si kuasa;
    • Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa;
    • Dengan meninggalnya, pengampuannya, atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan perkawinannya si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
  • Ketentuan tersebut di atas masih menganut ketentuan BW: wanita yang menerima kuasa sebelum kawin, apabila wanita tersebut kawin maka berakhir dengan sendirinya.
  • Kuasa yang tidak dapat dicabut
  • Dalam praktek banyak terdapat surat-surat kuasa yang tidak dapat dicabut kembali. Ini sering terjadi bila seseorang membeli barang tetapi barang tersebut dimaksudkan akan dijual kembali, maka pembeli itu sudah puas dengan kuasa yang tidak dapat dicabut kembali.
  • Dalam pemberian kuasa yang tidak dapat dicabut kembali, ketentuan pasal 1813 KUHPerdata dilepaskan oleh pemberi kuasa. Jadi kalau pemberi kuasa meninggal dunia, kuasa tetap tidak berakhir.
  • Sebagaimana diketahui perjanjian timbal balik tidak dapat dirubah atau dibatalkan secara sepihak. Dalam pemberian kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan, misalnya Bank menerima SKMHT untuk  memasang HT. Bank sebenarnya belum dalam keadaan aman, karena kuasa untuk membebankan HT bukanlah pemberian HT.
  • Pasal 1802 KUHPerdata:
    • “si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatanya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi kuasa tntang segala apa yang diterimanya itu tidaks eharusnya dibayar kepada si pemberi kuasa”.
  • Jadi tiap-tiap kuasa berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya.
  • Kuasa yang tidak dapat dicabut supaya disertai ketentuan bahwa pemberi kuasa melepaskan kewajiban sikuasa menurut Pasal 1802 KUHPerdata.

HIBAH

  • Perkataan yang tidak dapat dicabut kembali juga berlebih-lebihan, karena perjanjian kedua belah pihak memanglah tidak dapat dicabut kembali secara sepihak.
  • Dalam surat wasiat dikenal hibah wasiat (legaat). Tetapi surat wasiat bukanlah suatu perjanjian. Salah satu ciri surat wasiat adalah selalu dapat dicabut kembali.
  • Hibah adalah perjanjian konsensuil, jadi perkataan-perkataan dalam definisi: menyerahkan sesuatu benda sebaiknya dibaca “mengikat diri untuk menyerahkan suatu benda”.
  • Hibah mirip dengan penghapusan, tetapi perbedaan nyata ialah, penghapusan adalah mengakhiri perikatan, sedangkan hibah melahirkan sesuatu perikatan.
  • Semua syarat harus tegas dimuat dalam akta hibah, atau dalam lampiran yang harus dilekatkan  pada minuta akta hibah. Jadi tidak boleh dalam akta lain (lihat Pasal 1670 KUH Perdata).
  • Boleh diperjanjikan, bahwa pemberi hibah akan memakai sejumlah uang dari benda yang dihibahkan. Boleh pula, ada “droit de retour”, dalam mana ditentukan bahwa akta yang dihibahkan jatuh kembali kepada pemberi hibah bila penerima hibah saja, atau penerima hibah dengan keturunan-keturunan meningal dunia lebih dahulu dari pemberi hibah.
  • Misalnya, A memberi hibah kepada B dengan droit de retour. Periksa dahulu apakah B sudah meninggal atau belum, harus berhati-hati membuat aktanya.

WAKTU TERJADINYA HIBAH

  • Kapan suatu hibah dianggap sudah selesai/terjadi ? Yaitu pada saat hibah itu diterima oleh penerima hibah.
  • Bagaimana kalau pemberi hibah ada di Palembang, penerima hibah ada di Balikpapan?
  • Hibah dilakukan dengan 2 tahap: pemberi hibah yang ada di Palembang membuat akta di Palembang dan kalau perlu dimuat syarat yang boleh dimasukan dalam hibah itu. Apa sudah terjadi hibah? Belum, sebab belum diterima. Akta pemberian hibah di Balikpapan dibacakan oleh Notaris kemudian dibuatkan Akta Penerimaan Hibah.
  • Dalam Akta Penerima Hibah harus disebutkan dengan tegas bahwa penerima menerima hibah yang tertulis dalam akta notaris A di Palembang, tanggal…. dan nomor ….. dan lain-lain dengan syarat yang tersebut dalam akta itu.
  • Jangan lupa kuasa untuk memberitahukan kepada pemberi hibah tentang penerimaan itu. Sebab menurut Pasal 1683 KUH Perdata pemberi tahuan kepada pemberi hibah harus diberitahukan sewaktu pemberi hibah masih hidup.
  • Ketentuan ini disebutkan dalam suatu pasal yang menyatakan untuk menerima harus ada dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 KUH Perdata.

Siapakah yang dapat menghibahkan?

  • Yang bisa menghibahkan adalah yang cakap dan berwenang.
  • Yang dilarang memberi hibah adalah orang dibawah umur, seorang wali suami kepada isteri dan sebaliknya.
  • Untuk menerima hibah orang mesti sudah ada (dengan mengingat dengan Pasal 2 KUH Perdata). Yang tidak wenang menerima hibah adalah seorang wali/curator kalau tidak ada ijin pengadilan hanya kalau ada ijin pengadilan dibolehkan menerima hibah untuk pupil/curandusnya. Ini adalah pengecualian (Pasal 1685 KUH Perdata).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan

  1. Menerima hibah untuk anaknya oleh orang tua yang menajalankan kekuasaan juga dilarang, kecuali dengan izin dari Pengadilan Negeri, karena hibah dapat megandung syarat-syarat yang memberatkan.
  2. Lembaga-lembaga umum, keagamaan hanya berwenang menerima hibah sepanjang Menteri Kehakiman memberi ijin.
  3. Wanita yang sudah kawin harus kuasa/bantuan dari suaminya kalau menerima hibah.

Barang yang dapat dihibahkan

  • Barang yang dapat dihibahkan adalah barang sudah dimiliki dan sudah ada. Hibah barang yang akan dimiliki atau akan ada adalah batal.

Bentuk akta

  • Harus berbentuk notariil baik pemberiannya, penerimaannya maupun kuasa-kuasanya.
  • Akta notariil adalah elemen dari suatu hibah. Tanpa akta notariil hibah tidak pernah terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *