Pengertian Prinsip Hukum dan Adagium Hukum
Prinsip merupakan asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya); dasar. Menurut Budiono Kusumohamidjojo, terdapat 2 (dua) golongan prinsip, yakni prinsip yang berasal dari Bahasa Latin “principium” yang artinya awal atau asal usul, serta prinsip yang berasal dari Bahasa Inggris “principal” yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah prinsip atau asas. Sedangkan menurut Guido Alpa, kata prinsip berasal dari Bahasa Itali, yakni principio atau in principio era il verbo yang berarti awal atau pendahuluan. Ahli hukum menggunakan arti kata prinsip dalam berbagai konteks, antara lain sebagai unsur disiplin, nilai kebenaran, instrumen, dan aturan yang berlaku.
Berikut adalah pengertian prinsip atau asas hukum menurut para ahli:
- G. W. Paton mendefinisikan asas adalah suatu pikiran yang dirumuskan secara luas yang menjadi dasar bagi aturan atau kaidah hukum. Dengan demikian, asas bersifat lebih abstrak, sedangkan aturan atau kaidah hukum sifatnya konkret mengenai perilaku atau tindakan hukum tertentu.
- A. R. Lacey menjelaskan asas hukum memiliki cakupan yang luas, artinya dapat menjadi dasar ilmiah berbagai aturan atau kaidah hukum untuk mengatur perilaku manusia yang menimbulkan akibat hukum yang diharapkan.
- Paul Scholten mengartikan asas hukum sebagai tendensi yang disyaratkan kepada hukum oleh paham kesusilaan, artinya, asas hukum sebagai pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum. Masing-masing pikiran dasar dirumuskan dalam aturan perundang-undangan dan putusan hakim.
Sedangkan pengertian adagium menurut KBBI, adagium adalah sebuah pepatah atau peribahasa.
Asas-asas Hukum
Apa saja asas-asas hukum? Berikut ini kami rangkum bunyi 21 asas hukum yang penting untuk dipahami, sebagai berikut:
1. Undang-Undang Tidak Dapat Berlaku Surut
Artinya peraturan perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan hadir. Akan tetapi, untuk mengabaikan asas ini dimungkinkan, dalam rangka memenuhi keadilan masyarakat. Contoh, UU Pengadilan HAM tahun 2000 digunakan untuk mengadili peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”) di Timor Timur yang terjadi pada tahun 1999.
2. Undang-Undang Tidak Dapat Diganggu Gugat
Menurut asas ini, undang-undang tidak dapat diuji oleh badan peradilan, melainkan oleh pembentuk undang-undang itu sendiri. Asas ini berlaku jika tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sebagai hukum tertinggi di sebuah negara. Dengan kata lain, asas ini mengatur bahwa undang-undang dapat di-review jika bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
3. Lex Superiori Derogat Legi Inferiori
Arti dari asas ini adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
4. Lex Specialis Derogat Legi Generalis
Pengertian dari asas ini yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat lebih khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum.
5. Lex Posteriori Derogat Legi Priori
Menurut asas ini, peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu.
6. Kebebasan Berkontrak
Asas ini juga dikenal dengan istilah freedom of contract, party autonomy liberty of contract. Asas ini merupakan wujud nyata dari penghormatan HAM. Kebebasan berkontrak artinya kebebasan untuk memilih dan membuat kontrak atau perjanjian, menentukan isi kontrak atau perjanjian, dan memilih subjeknya.
7. Konsensualisme
Asas ini menekankan bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan sudah ada sejak detik tercapaikan kesepatakan para pihak. Artinya, perjanjian ada sejak tercapainya kata sepakat atau konsensus antara pihak mengenai pokok perjanjian.
8. Pacta Sunt Servanda
Berdasarkan asas ini, masing-masing pihak perjanjian wajib melaksanakan isi perjanjian demi kepastian hukum. Asas ini tidak berdiri sendiri dan memiliki kaitan dengan asas iktikad baik atau good faith. Asas ini merupakan fundamental, karena melandasi lahirnya perjanjian. Pada perjanjian, janji mengikat sebagaimana undang-undang bagi pihak yang membuatnya.
9. Iktikad Baik
Asas iktikad baik menghendaki bahwa dalam setiap pembuatan perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dengan siapa pihak membuat perjanjian, dan setiap perjanjin selalu didasari pada asas iktikad baik, tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta tidak melanggar kepentingan masyarakat.
10. Pacta tertiis nec nocent nec prosunt
Perjanjian tidak dapat memberikan hak dan kewajiban kepada pihak ketiga.
11. Absolut
Asas ini disebut juga sebagai asas hukum memaksa atau dwingendrecht, yakni suatu benda hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana yang telah disebut dalam undang-undang. Hak-hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang.
12. Dapat Dipindahtangankan
Menurut asas ini, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan hak mendiami.
13. Percampuran
Berdasarkan asas ini, hak kebendaan memiliki wewenang terbatas. Artinya, hanya mungkin atas benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri. Tidak dapat orang tersebut untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai, hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu menjadi lenyap. Hak ini juga dikenal dengan vermenging.
14. Perlakuan yang Berlainan Terhadap Benda Bergerak dan Tidak Bergerak
Antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak ada perbedaan pengaturan dalam hal terjadi peristiwa hukum yang berkaitan dengan penyerahan, pembebanan, kepemilikan, kedaluwarsa, dan jura in re aliena yang diadakan.
15. Publiciteit
Asas ini dianut atas kebendaan tidak bergerak, yang diberikan hak kebendaan. Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum. Sedangkan untuk benda bergerak cukup dengan penyerahan tanpa pendaftaran dalam register umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
16. Nullum delictum, nulla poena sine lege praevia poenali
Hanya hukum yang tertulis saja yang dapat menentukan apakah norma hukum itu telah dikaitkan dengan suatu ancaman hukum menurut hukum pidana atau tidak. Asas ini juga dikenal dengan sebutan asas legalitas, yakni tidak ada tindak pidana tanpa ada undang-undang yang mendahului.
17. Penafsiran Secara Analogis
Penafsiran secara analogis pada dasarnya tidak boleh dipergunakan dalam menafsirkan undang-undang pidana. Misalnya, peraturan tentang nullum delictum dan seterusnya melarang penggunaan secara analogis, karena perbuatan semacam itu bukan hanya dapat memperluas banyaknya delik yang ditentukan undang-undang, melainkan juga dapat menjurus pada lebih diperberat atau diperingannya hukuman yang dijatuhkan bagi perbuatan yang dilakukan tidak berdasarkan undang-undang.
18. Tiada Pidana Tanpa Kesahalahan
Berdasarkan asas ini, meskipun seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan telah memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam delik, namun tetap perlu dibuktikan apakah ia dapat dipertanggungjawabkan atau tidak atas perbuatannya tersebut, artinya apakah ia memiliki kesalahan atau tidak.
19. Good Governance
Prinsip ini merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Jika dilihat dari segi functional aspect, good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.
20. Asas Kesadaran Hukum
Prinsip Hukum ini dimaknai baik warga masyarakat maupun penguasa, penegak hukum harus dapat memahami, menghayati dan mematuhi hukum sesuai doktrin negara hukum yang demokratis. Dengan diterapkannya prinsip kesadaran hukum, maka hukum dapat bekerja sescara efektif mencapai tujuan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.
21. Rebus sic stantibus
Asas ini artinya perjanjian yang telah berlaku akan terganggu berlakunya bila terjadi perubahan keadaan yang fundamental. Asas ini merupakan salah satu alasan yang dapat digunakan untuk mengakhiri atau menunda berlakunya perjanjian.
Adagium Hukum
Selanjutnya, berikut kami rangkum bunyi beberapa adagium hukum:
- Ubi societas ibi ius: wherever there is society, there is law atau di mana ada masyarakat, di sana ada hukum. [Oxford Reference]
- Fiat Justicia Ruat Caelum: let justice be done, though the heavens falls, atau walaupun esok dunia musnah/walaupun langit runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan. [Merriam Webster]
- Unus Testis Nullus Testis: satu saksi bukan merupakan saksi. [Ni Made Yulia Chitta Dewi (et.al)]
- Ius Curia Novit: hakim dianggap mengetahui dan memahami segala hukum. [Kuswarini]
- Ne Bis in Idem: sebuah perkara dengan objek yang sama, para pihak yang sama dan materi pokok perkara yang sama, yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. [Muhammad Yusuf Ibrahim]
- In Dubio Pro Reo: dalam hal hakim tidak memperoleh keyakinan, hakim wajib memberikan putusan yang menguntungkan terdakwa.[Tri Nugroho Akbar (et.al)]
- Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars: para pihak harus diperlakukan secara adil dengan diberi kesempatan yang sama secara adil dan berimbang, artinya hakim harus mendengar keterangan masing-masing pihak di persidangan. [Dwi Handayani]
Dalam mempelajari ilmu hukum, Anda akan bersinggungan dengan bermacam-macam asas dan juga adagium hukum. Pentingnya mempelajari asas atau prinsip hukum adalah Anda dapat mengetahui arti kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan dasar dari eksistensi hukum itu sendiri. Sedangkan adagium merupakan peribahasa dalam hukum yang biasanya ditemukan dalam teori hukum maupun ketika sedang beracara hukum.
Demikian, semoga bermanfaat.
Source : Hukumonline