Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham

Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham. Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio solvabilitas/leverage yang merupakan rasio untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Debt to Equity ratio (DER) dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan sehingga dapat mempengaruhi harga saham karena laba yang diperoleh digunakan untuk membayar utang sehingga laba akan tertekan menjadi semakin kecil. sebelumnya mari kita pelajari terlebih dahulu beberapa pengertian tentang saham, jenis-jenis saham, harga saham, .

Pengertian Saham

Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang paling diminati investor karena memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyetaan modal seorang atau sepihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).

Pengertian menurut ahli

Menurut Husnan Suad (2008:29) pengertian saham adalah sebagai berikut “Saham adalah secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya”.

Menurut Sapto (2006:31) saham adalah “Surat berharga yang merupakan instrumen bukti kepemilikan atau penyertaan dari individu atau institusi dalam suatu perusahaan. Sedangkan menurut istilah umumnya, saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu kepemilikan saham perusahaan”.

Kemudian menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:5) “Saham (stock) merupakan tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut”.

Sedangkan menurut Fahmi (2012:81) “Saham merupakan salah satu instrument pasar modal yang paling banyak diminati oleh investor, karena mampu memberikan tingkat pengembalian yang menarik. Saham adalah kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan, dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang telah dijelaskan kepada setiap pemegangnya”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan saham merupakan surat bukti tanda kepemilikan suartu perusahaan yang didalamnya tercantum nilai nominal, nama perusahaan, dan di ikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya.

Jenis-jenis Saham

Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:6), ada beberapa jenis saham yaitu:

Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas:

  1. Saham biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
  2. Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti ini dikehendaki oleh investor.

Dilihat dari cara pemeliharaannya, saham dibedakan menjadi:

  1. Saham atas unjuk (bearer stock) artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain.
  2. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa pemiliknya, dan dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

Ditinjau dari kinerja perdagangnannya, maka saham dapt dikategorikan menjadi:

  1. Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
  2. Saham pendapatan (income stock), yaitu saham biasa dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.
  3. Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock lesser known, yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock.
  4. saham spekulatif (spekulative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secra konsisten memperoleh penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti.
  5. saham sklikal (counter cyclical stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.

Pengertian Harga Saham

Harga saham merupakan harga penutupan pasar saham selama periode pengamatan untuk tiap-tiap jenis saham yang dijadikan sampel dan pergerakannya senantiasa diamati oleh para investor.

Salah satu konsep dasar dalam manajemen keuangan adalah bahwa tujuan yang ingin dicapai manajemen keuangan adalah memaksimalisasi nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang telah go public, tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara memaksimalisasi nilai pasar harga saham yang bersangkutan. Dengan demikian pengambilan keputusan selalu didasarkan pada pertimbangan terhadap maksimalisasi kekayaan para pemegang saham.

Menurut Jogiyanto (2008:167) pengertian dari harga saham adalah “Harga suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangutan di pasar modal”.

Sartono (2008:70) menyatakan bahwa : “Harga saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran di pasar modal. Apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan, maka harga saham cenderung naik. Sebaliknya, apabila kelebihan penawaran maka harga saham cenderung turun”.

Menurut Brigham dan Houston (2010:7) harga saham adalah “Harga saham menentukan kekayaan pemegang saham. Maksimalisasi kekayaan pemegang saham diterjemahkan menjadi maksimalkan harga saham perusahaan. Harga saham pada satu waktu tertentu akan bergantung pada arus kas yang diharapkan diterima di masa depan oleh investor “rata[1]rata” jika investor membeli saham”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa harga saham adalah harga yang terbentuk sesuai permitaan dan penawaran dipasar jual beli saham dan biasanya merupakan harga penutupan.

Jenis-Jenis Harga Saham

Adapun jenis-jenis harga saham menurut Widoatmojo (2005:54) adalah sebagai berikut:

  1. Harga Nominal. Harga yang tecantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
  2. Harga Perdana. Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat dibursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwrite) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untk menentukan harga perdana.
  3. Harga Pasar. Kalau harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatat dibursa. Transaksi di sini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar.
  4. Harga pembukaan. Harga pembukuan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat jam bursa dibuka. Bisa saja terjadi pada saat dimulainya hari nursa itu sudah terjadi transaksi atas suatu saham, dan harga sesuai dengan yang diminta oleh penjual dan pembeli. Dalam keadaan demikian, harga pembukuan bisa menjadi harga pasar, begitu juga sebaliknya harga pasar mungkin juga akan menjadi harga pembukaan. Namun tidak selalu terjadi.
  5. Harga Penutupan. Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat akhir hari bursa. Pada keadaan demikian, bisa saja terjadi pada saat akhir hari bursa tiba-tiba terjadi transaksi atas suatu saham, karena ada kesepakatan antar penjual dan pembeli. Kalau ini yang terjadi maka harga penutupan itu telah menjadi harga pasar. Namun demikian, harga ini tetap menjadi harga penutupan pada hari bursa tersebut.
  6. Harga Tertinggi. Harga tertinggi suatu saham adalah harga yang paling tinggi yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi transaksi atas suatu saham lebih dari satu kali tidak pada harga yang sama.
  7. Harga Terendah. Harga terendah suatu saham adalah harga yang paling rendah yang terjadi pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi apabila terjadi transaksi atas suatu saham lebih dari satu kali tidak pada harga yang sama. Dengan kata lain, harga terendah merupakan lawan dari harga tertiggi.
  8. Harga Rata-Rata. Harga rata-rata merupakan perataan dari harga tertinggi dan terendah

Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham di pasar modal, hal ini terjadi karena harga saham dapat mempengaruhi oleh faktor eksternal dari perusahaan maupun faktor internal perusahaan.

Faktor internal

  1. Pengumuman tentang pemasaran produksi penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan, dan laporan penjualan.
  2. Pengumuman pendanaan, seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
  3. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director ann nouncements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen dan struktur organisasi.
  4. Pengumuman pengambilalihan diverifikasi seperti laporan merger investasi, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi, laporan investasi dan lainnya.
  5. Pengumuman investasi seperti melakukan ekspansi pabrik pengembangan riset dan penutupan usah lainnya.
  6. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negosiasi baru, kotrak baru, pemogokan dan lainnya.
  7. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalaba sebelum akhir tahun viscal dan setelah akhir tahun vicscal earning per share (EPS), dividen per shere (DPS), Price Earning Ratio (PER), Net profit margin, return on assets (ROA) dan lain-lain.

Faktor eksternal

  1. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan regulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
  2. Penguman hukum seperti tuntutan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
  3. Pengumuman industri sekuritas, seperti laporan pertemuan tahunan insider trading, volume atau harga saham perdagangan pembatasan atau penundaan trading.

Menurut Agus Sartono (2008:9), harga saham terbentuk dipasar modal dan ditentukan oleh beberapa faktor seperti laba per lembar saham atau earning per share, rasio laba terhadap harga per lembar saham atau price earning ratio, tingkat bunga bebas risiko yang diukur dari tingkat bunga deposito pemerintah dan tingkat kepastian operasi perusahaan.

Selain faktor-faktor di atas, harga saham juga dapat dipengaruhi oleh kondisi perusahaan. Semakin baik kinerja suatu perusahaan akan berdampak pada laba yang diperoleh perusahaan dan keuntungan yang didapat oleh investor, sehingga akan mempengaruhi peningkatan harga saham.

Debt to Equity Ratio (DER)

Hutang secara Manajemen Keuangan adalah bertujuan untuk meleverage atau mendongkrak kinerja keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya saja, tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal tambahan. Peranan hutang sangat membantu perusahaan untuk melakukan ekspansi tersebut. Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan semakin tinggi. Untuk itu diperlukan sebuah rasio khusus untuk melihat kinerja tersebut. Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin tinggi angka DER maka diasumsikan perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya. Semakin kecil DER semakin baik bagi perusahaan dan akan meningkatkan harga saham.

Adapun pengetian Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Kasmir (2012:157) Debt to Equity Ratio adalah “Rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan”.

Menurut Agus Sartono (2008:121) sebagai berikut: “Semakin tinggi DER maka semakin besar resiko yang dihadapi, dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva”.

Menurut Fahmi (2012:128) Debt to Equity Ratio adalah “Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara total utang dengan modal sendiri. Rasio ini berguna untuk mengetahui seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dari utang.

Rumus untuk mencari Debt to Equity Ratio menurut Kasmir (2012:158) dapat digunakan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas sebagai beriku:

DER dengan angka kecil, mendefinisikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya. Tetapi bagi investor juga harus jeli dalam melihat DER ini, jika total hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka harus di lihat lebih lanjut apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar :

  1. Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini masih bisa terima, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka pendek.
  2. Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan datang. Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman tersebut.
  3. Beberapa perusahaan yang memiliki DER lebih dari satu, hal ini sangat menganggu pertumbuhan kinerja perusahaanya juga menganggu pertumbuhan harga sahamnya. Karena itu sebagian besar para investor menghindari perusahaan yang memiliki angka DER lebih dari 2.

Net Profit Margin (NPM)

Didalam kegiatan bisnis, setiap perusahaan tentunya memiliki tujuan utama yaitu berorientasi pada keuntungan. Untuk mendapatkan keuntungan tersebut tentunya perusahaan harus dapat menjual barang lebih tinggi dari pada biaya produksinya. Oleh karena itu setiap perusahaan akan selalu melakukan sebuah perencanaan dalam penentuan keuntungan yang akan diperoleh di masa mendatang. Rasio Net Profit Margin disebut juga dengan rasio pendapatan terhadap penjualan. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan cukup berhasil. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak.

Adapun pengertian Net Profit Margin

Menurut Kasmir (2012:199) Net Profit Margin adalah “Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih”.

Menurut Bastian dan Suhardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah “Perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut”.

Menurut Alexandri (2008:200) “Rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Net Profit Margin merupakan rasio yang menunjukan berapa besar presentase laba bersih yang diperoleh darisetiap penjualan. Semakin tinggi Net Profit Margin maka investor semakin menyukai perusahaan tersebut karena menunjukkan bahwa perusahaan perusahaan mendapatkan hasil yang baik melebihi harga pokok penjualan.

Adapun rumus untuk mencari Net Profit Margin menurut Kasmir (2012:200) sebagai berikut :

Tingginya rasio NPM ini akan menyebabkan suatu perusahaan dianggap memiliki kinerja yang baik, selain itu meningkatnya NPM juga akan meningkatkan daya tarik investor untuk menginvestasikan modalnya karena semakin tinggi NPM menandakan laba perusahaan tersebut semakin besar.

Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) dan Net Profit Margin (NPM) terhadap Harga Saham

Rasio Debt to Equity Ratio (DER) dan Net Profit Margin (NPM) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan harga saham mengalami peningkatan atau penurunan. Bagi investor apabila kedua rasio tersebut mengalami peningkatan atau penurunan, maka semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan, resiko inilah yang akan menentukan kinerja operasional perusahaan yang produktif atau tidak sebagai dasar dalam mengambil keputusan investasi. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian terdahulu Dwi Murtiningsih (2013) yang berjudul Pengaruh ROA, ROE, NPM, EPS, dan DER Terhadap Tingkat Harga Saham (Pada Perusahaan Food And Baverages di BEI Tahun 2008-2010). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara simultan variabel DER dan NPM berpengaruh dan signifikan terhadap harga saham. Selain penelitian tersebut ada penelitian lain juga menyatakan hal yang sama yaitu penelitian dari E. Amaliah Itabillah (2012) yang berjudul Pengaruh CR, QR, NPM, ROA, EPS, ROE, DER dan PBV Terhadap Harga Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI.

Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Saham

Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham. Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio solvabilitas/leverage yang merupakan rasio untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Debt to Equity ratio (DER) dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan sehingga dapat mempengaruhi harga saham karena laba yang diperoleh digunakan untuk membayar utang sehingga laba akan tertekan menjadi semakin kecil. Pernyataan tersebut juga didukung oleh peneliti terdahulu E. Amaliah Itabillah (2012) yang berjudul Pengaruh CR, QR, NPM, ROA, EPS, ROE, DER dan PBV Terhadap Harga Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa secara parsial variabel DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Tetapi ada peneliti terdahulu juga menyatakan bahwa secara parsial variabel DER tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap harga saham yaitu penelitian dari Dwiatma Patriawan (2010) yang berjudul Analisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham pada perusahaan Wholesale And Retail Trade yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006 – 2008.

Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Harga Saham

Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar NPM, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi sehingga menarik kepercayaan investor untuk berinvestasi dalam perusahaan dan kemungkinan secara tidak langsung harga saham akan meningkat. Pernyataan tersebut didukung juga oleh peneliti terdahulu Achmad Rizkiansyah (2011) yang berjudul Analisis Pengaruh ROA, ROE, NPM dan EPS Terhadap Harga Saham Perusahaan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 – 2010. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara parsial variabel NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Tetapi ada peneliti terdahulu juga menyatakan bahwa secara parsial variabel NPM tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap harga saham yaitu penelitian dari Ina Rinati (2012) yang berjudul Pengaruh Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA) Dan Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan yang Tercantum dalam Indeks LQ45.

Demikian Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham.

Baca juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *